Jumat, 08 Februari 2013

ALTERNATIF PATI JAGUNG TERMODIFIKASI SEBAGAI PENGENTAL DAN PENSTABIL SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS SUSU TEMPE SECARA HIDROLISIS ENZIMATIK


Abstrak
Alternatif pati jagung termodifikasi sebagai penstabil selain dari penstabil yang biasa digunakan ditunjukkan dalam aplikasinya pada pembuatan susu tempe secara hidrolisis enzimatik menggunakan papain kasar. Pembuatan penstabil A, B dan C dari pati jagung dilakukan secara cross-linking pada suhu proses berturut-turut 45, 50 dan 60 °C dengan Na3PO4 0,05 % selama 90 menit pada raio pati dan air 1 : 3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi dan jenis penstabil pati jagung termodifikasi melalui cross-linking pada suhu proses berbeda terhadap karakteristik susu tempe dari hidrolisat tempe dengan perlakuan optimal sehingga diperoleh susu tempe dengan kandungan nutrisi terbaik dan kestabilan emulsi tetap. Penelitian dilakukan dengan perlakuan dekantasi selama 3 jam dan filtrasi 50 mesh pada hidrolisat tempe, selanjutnya distabilkan dengan penstabil A, B dan C pada konsentrasi 0,25, 0,375 dan 0,5 % (b/v). Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses hidrolisis enzimatik dengan crude papain menaikkan kandungan total protein, protein terlarut dan N-amino sebelum hidrolisis (sebagai bubur tempe) dan setelah hidrolisis (sebagai hidrolisat) masing-masing sebesar 6,04, 8,47 dan 7,50 % pada hidrolisat hasil filtrasi 50 mesh dan 2,78, 1,82 dan 23,40 % pada hidrolisat hasil dekantasi selama 3 jam. Semakin tinggi suhu proses cross-linking dalam pembuatan penstabil, yang diperlukan dalam konsentrasi semakin besar untuk memperoleh kestabilan emulsi tetap dan daya ikat protein terlarut, padatan kering, air dan total protein susu tempe yang semakin tinggi. Penstabil B menghasilkan kestabilan tetap pada konsentrasi 0,25 % (b/v) dengan konsistensi emulsi 84,03 %, viskositas 7,4 cps, kadar total protein 6,87 %, protein terlarut 1 mg/ml, N-amino 1,4565 mg/ml, air 86,6392 %, lemak 3,8945 % dan padatan kering 13,5298 %. Kata kunci : pati jagung termodifikasi, kestabilan emulsi, susu tempe, cross-linking.

Pendahuluan
Pati jagung (Zea mays L.) berpotensi sebagai pengental maupun penstabil. Kendala pada pati jagung adalah panjangnya rantai amilosa dan amilopektin sehingga memungkinkan terjadinya retrogradasi dan sineresis yang menyebabkan terjadinya ketidakstabilan emulsi karena penurunan viskositas. Proses cross-linking diharapkan dapat meminimalkan kendala ini[1]. Pemilihan suhu proses cross-linking yang tepat dapat menghasilkan pati dengan efek kestabilan emulsi tetap karena konsistensi emulsi yang tinggi[2] dan mempunyai sifat fisik yang mendukung misalnya menghaluskan tekstur, meningkatkan kekentalan, dapat menghasilkan produk seragam dan mempunyai daya tahan yang baik terhadap proses pencairan[3]. Susu tempe merupakan minuman fungsional karena kandungan zat bioaktifnya yang tinggi. Pada susu tempe faktor kestabilan emulsi memberi nilai tambah karena efek kekentalanya analog susu nabati pada umumnya. Hal ini terjadi karena terdapatnya kecenderungan ketidakstabilan emulsi oleh berkurangnya lesitin kedele oleh adanya proses fermentasi. Pemanfaatan enzim kasar dalam proses hidrolisis tempe dimaksudkan selain untuk memperoleh susu tempe dengan protein terlarut tinggi juga merupakan penguasaan proses yang murah, cepat dan aman[4]. Fungsi enzim papain lebih ditekankan untuk mendegradasi protein tempe sehingga diperoleh hidrolisat dengan protein terlarut tinggi [5]. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik susu tempe dengan jenis dan konsentrasi penstabil pati jagung termodifikasi pada suhu proses cross-linking 45, 50 dan 60 oC terhadap kestabilan dan konsistensi emulsi, viskositas dan komposisi susu tempe terbaik.
Kesimpulan
Hidrolisis enzimatik menaikkan komposisi nutrisi hidrolisat tempe. Perlakuan filtrasi 50 mesh menghasilkan nutrisi dan viskositas lebih baik daripada perlakuan dekantasi selama 3 jam. Semakin tinggi suhu proses cross-linking menghasilkan penstabil dengan kemampuan meningkatkan viskositas semakin tinggi, namun pada konsentrasi semakin besar dan masa simpan semakin lama akan menurunkan konsistensi emulsi susu tempe. Semakin tinggi suhu proses cross-linking menghasilkan penstabil dengan kemampuan mengikat N-amino dan lemak susu tempe semakin besar pada konsentrasi semakin rendah. Namun pada konsentrasi semakin tinggi akan menaikkan kemampuan mengikat total protein, protein terlarut, padatan kering susu tempe.
Sumber
Prosiding Seminar Nasional dan Kongres Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) di Jakarta 17-18 Desember 2004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar